Luka dan Ibukota

 Secangkir teh hijau panas menemaninya melihat matahari yang mulai undur diri.

Ditelinganya telah dikaitkan sepasang earphones yang membantunya hilang dari bising kota.

Diatas meja adalah buku fiksi yang beberapa hari ini dia sentuh dengan manja. 

Dia menyilakan kaki,

Mencium bau rambutnya yang terbasuh keringat dan tersentuh matahari.

Dia memejamkan mata,

Mengendus udara kotor Ibukota

sembari berpikir,

Alangkah bijak jika dia dapat mencintai semua orang,

tanpa membenci satupun.

Alangkah baik bila dia dapat memaafkan dan melupakan.

Namun seseorang menggali luka yang cukup dalam

Membawa mereka berdua masuk kedalamnya

dan mencari cara untuk membebaskan diri masing-masing.

Sementara sekarang,

Mereka terjebak didalam

Tanpa cahaya, 

Menyisakan kebencian tak berujung

antara dirinya dan seseorang itu. 

Ibukota terlalu sibuk

untuk peduli apa urusan dia

dengan hatinya. 



(Tiffany A. Putri, terinspirasi dari M. Aan Mansyur -Tidak Ada New York Hari Ini-)

Comments

Post a Comment

Popular Posts